Sawit, Berkah juga Duka

 Oleh Wella Andany


Di tengah lesunya ekspor komoditas Indonesia, Kelapa Sawit bersinar bahkan menjadi primadona pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dalam 10 tahun terhitung sejak 2002 hingga 2012, Indonesia mencatat berhasil melipatgandakan kuantitas ekspor hingga tiga kali lipat. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, melesatnya ekpor Sawit tentu menjadi prestasi yang dimaksimalkan pemerintah mengingat kebetulan 10% dari luas keseluruhan Indonesia bertanah gambut. Tidak sampai di sana, Indonesia bahkan menjadi pemasok Kelapa Sawit nomor 1 dunia, bahkan bersama Malaysia berhasil menyumbang 90% Kelapa Sawit di pasar dunia. Melihat dari permintaan dunia terhadap minyak Kelapa Sawit tentu membuat perkebunan Sawit tanah air naik daun.

Mengenal Kelapa Sawit lebih jauh, komoditas yang satu ini dapat diolah menjadi beragam minyak, dari minyak makan hingga minyak industri/pelumas, Sawit juga dapat ditransformasi menjadi berbagai bahan makanan, bahan kosmetik dan obat. Harga Sawit yang relatif murah dibandingkan dengan minyak nabati (biodiesel) lain merupakan salah satu alasan utama tingginya permintaan dunia.

Sebagai perbandingan produktivitas minyak nabati lain dan Sawit sendiri sangat signifikan, satu hektar lahan Kelapa Sawit dapat menghasilkan hampir 6.000  liter minyak mentah sementara minyak nabati lainnya seperti Keledai hanya menghasilkan 446 liter per hektarnya. Dan komoditas Jagung bahkan perhektarnya hanya dapat menyumbang 172 liter setiap hektarnya*. Produktivitas Sawit yang jauh melampaui komoditas biodiesel lainnya menempatkan Sawit sebagai pemegang permintaan tertinggi.

Tidak dapat dipungkiri komoditas Sawit membawa angin segar terhadap pendapatan negara, kantong pengusaha dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Rentang waktu panen yang relatif singkat juga menambah poin positif budi daya Sawit. Sebagai langkah untuk menggalang Sawit sebagai komoditas prioritas, pemerintah Indonesia secara getol melancarkan kebijakan-kebijakannya dari mempermudah perizinan, penghapusan PPN terhadap pengelola minyak Sawit mentah hingga penyediaan lahan.

Usaha pemerintah mendapat respon positif dari berbagai pihak, permintaan dunia terus melonjak, naiknya minat investasi serta sinergi petani dan penduduk lokal yang melejitkan pamor Sawit tanah air. Dalam waktu singkat terjadi penjamuran budi daya Sawit bahkan menjadi trend di berbagai wilayah Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Namun konversi lahan yang membabi buta membuat hasil Sawit yang dihasilkan tidak seberapa dibandingkan kerugian yang dialami bangsa ini, tidak tanggung-tanggung hutan lindung dan konservasi pun dibabat untuk komoditas prioritas ini. Hal ini pula lah yang kemudian memicu kontroversial video kemarahan Harrison Ford melihat 60% dari taman nasional Tesso Nilo di Riau telah habis dibakar untuk kemudian dikonversi menjadi lahan Sawit.

Selain dibutuhkannya tanah yang luas untuk budi daya Sawit, perusakan lingkungan pun menjadi alasan utama dihindarinya penanaman Sawit di berbagai negara. Satu batang pohon Kelapa Sawit sendiri mampu menyerap 12 liter unsur hara per hari, hal ini menyebabkan kerugian di masa yang akan datang, tanah yang telah ditanami Sawit meninggalkan hutan kita sebagai lahan kritis yang sulit ditanami kembali dan mirisnya lagi di Kalimantan sendiri lebih dari setengah dari Kelapa Sawit yang dihasilkan merupakan milik perusahaan-perusahaan Malaysia.

Merupakan fakta miris mengingat tanah di Indonesia disewakan kepada perusahaan-perusahaan asingyang didominasi oleh Malaysia dan Singapurasecara besar-besaran untuk ditanami Sawit yang kemudian diangkut dan menjadi milik negara tetangga sementara seluruh kerugian dan kerusakan tanah dipikul oleh bangsa ini. Hal ini juga yang menjawab pertanyaan bagaimana bisa Malaysia yang memiliki luas tanah hampir 6 kali lebih kecil dari Indonesia mampu mengekspor Sawit dengan jumlah fantastis.

Pembabatan habis hutan Indonesia meninggalkan banyak problematika serius yang terus dibiarkan berlarut-larut. Satwa dan Fauna langka menjadi korbannya, akibat alih fungsi hutan, Indonesia harus menerima kerugian akibat kehilangan 50.000 Orang Utan dan telah menghancurkan lebih dari 90% habitat mereka sementara jika ini terus dibiarkan situasi ini diprediksikan akan memunahkan Harimau Sumatera dalam kurun waktu 3 tahun dari mereka yang tersisa tidak lebih dari 400 ekor ini.

Kesemerautan bisnis Sawit tidak berakhir di sana, tumpang tindih kepemilikan tanah masih menghantui masyarakat lokal dan perusahaan swasta. Tragedi Mesuji merupakan satu dari banyak kasus kekacauan surat kepemilikan yang berakhir jatuhnya korban yang tidak perlu. Pada akhirnya masyarakat marginal kembali menjadi korban, banyak dari masyarakat asli yang kehilangan tanah mereka dan bekerja di bawah perusahaan-perusahaan asing. Kemiskinan, kurangnya edukasi dan tidak adanya perlindungan hukum dari pemerintah lah yang memaksa masyarakat asli menjadi abdi di tanahnya sendiri.

Pada prakteknya pun keuntungan yang diterima tidak seperti yang pemerintah cita-citakan. Penghasilan Kelapa Sawit tidak benar menyejahterakan rakyat, Sawit pada kenyataannya hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu. Kurang matangnya regulasi dan perundang-undangan serta kelonggaran yang memungkinkan terjadinya korupsi dan kolusi menjadi pemicu utama kekusutan pengelolaan Kelapa Sawit di Indonesia.

Kritik pedas yang terus disampaikan oleh masyarakat lokal mau pun Internasional seperti tidak terdengar oleh pemerintah. Dengan tangan terulur sementara mata dan telinga tertutup pemerintah membiarkan problematika krusial ini berlarut dan lagi-lagi rakyat kecil yang harus menanggung akibatnya.

Tercatat setiap tahunnya terjadi kebakaran hutan akibat metode pembukaan lahan yang menyimpang. Kabut asap menjadi sahabat tahunan yang menemani masyarakat Indonesia di setiap kemarau melanda. Bencana kabut ini kian memburuk setiap tahunnya, kabut asap tahun 2015 menjadi catatan tersendiri bagi bangsa ini. Berpusat dari Kalimantan dan Sumatra hingga akhirnya menyebar hingga ke Malaysia, Singapur, Brunei, Thailand, Filipina dan Vietnam.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan kabut asap 2015 mengepung 43 juta rakyat sementara 503.874 jiwa menderita infeksi saluran napas akut dan setidaknya merenggut 10 korban jiwa. Dikutip dari BBC Indonesia, kabut asap tahun 2015 diperkirakan membawa kerugian ekonomi sebesar Rp 200 trilliun.

Dibutuhkan korban sebanyak itu dan kerusakan separah itu untuk menyadarkan pemerintah seberapa seriusnya masalah yang dihadapi Negeri ini yang disebabkan oleh budidaya Sawit yang dikerjakan tidak sesuai dengan prosedur. Setelah menelan kerugian yang  tidak sepadan dengan pemasukan pemerintah dari ekspor Sawit baru lah ditetapkan 127 orang dari 10 perusahaan sebagai tersangka.

Namun ada yang berbeda dengan penanggulangan kabut asap dari tahun-tahun sebelumnya, pemerintah terlihat lebih serius dengan mencabut hak izin pengelolaan lahan hutan serta mengambil alih lahan perusahaan-perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka.

Perusakan hutan masal yang terjadi 10 tahun terakhir menjadi tamparan besar untuk Negeri ini, Negeri di mana 27% dari masyarakatnya bertahan hidup bergantung pada hutan. Sudah saatnya kita melindungi milik kita yang selama ini direnggut di depan mata kita sendiri, sudah sepantasnya pemerintah merevisi UU untuk melindungi masyarakat lokal dan mengayomi masyarakat untuk belajar mengelola tanahnya sendiri sehingga tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang merayu masyarakat kecil untuk menjual tanah mereka sendiri untuk sesuap nasi.

Sudah cukup pembelajaran yang Negeri ini dapatkan, sudah waktunya untuk Indonesia berhenti menjadi headline berita internasional yang membahas ketidakbecusan pemerintah mengelola kekayaannya sendiri. Dan ini saatnya untuk kita, pemilik bangsa ini, untuk menjadi peduli dan tidak mendiamkan kesalahan. Semoga pemerintah membuktikan kehadirannya di tengah masyarakat dan menunjukkan tanggung jawabnya untuk menghentikan oknum-oknum tertentu menjadikan Negeri ini sebagai papan catur yang dimainkan sesuka hatinya.

Terakhir, tahun 2016 ini mari kita pantau pemerintah kita dan mengingatkannya jika dia lagi-lagi lupa dengan tanggung jawabnya.



*Data dihimpun dari JourneytoForever

Comments

Popular posts from this blog